Isu Pragmatis Dinilai Rusak Wibawa NU, Regenerasi Jadi Keharusan

Isu Pragmatis Dinilai Rusak Wibawa NU, Regenerasi Jadi Keharusan

Kraksaan, Probolinggo – Menjelang pelaksanaan Konferensi Cabang (Konfercab) PCNU Kraksaan, suara desakan agar regenerasi pengurus segera dilakukan semakin menguat. Regenerasi dinilai bukan hanya kebutuhan organisasi, melainkan jalan penting untuk mengembalikan marwah NU dan meneguhkan kembali khitthah perjuangannya.

Koordinator Jaringan Intelektual Nahdliyin (JIN) yang juga pernah menjabat Ketua Umum PC PMII Kabupaten Probolinggo periode 2006–2007, Lukman Hakim A.I, menegaskan bahwa konferensi dan pergantian kepengurusan bukanlah agenda seremonial semata. Lebih dari itu, ia menyebut proses regenerasi adalah “nafas perjuangan NU” agar tetap relevan menghadapi tantangan zaman.

“Regenerasi bukan hanya soal usia, tapi tentang semangat, komitmen, dan kemampuan menghadirkan solusi atas tantangan keumatan saat ini. Kita butuh pengurus yang tak hanya memahami ideologi Aswaja, tapi juga siap berdiri di garis depan dalam merespons isu-isu sosial, kemiskinan, korupsi, dan lingkungan,” ungkap Lukman, Sabtu (13/9).


Kembali ke Khitthah: 1926 dan 1984

Lukman menyoroti pentingnya NU kembali kepada khitthah-nya. Ia mengingatkan bahwa sejak berdiri tahun 1926, NU lahir sebagai jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah (organisasi keagamaan dan kemasyarakatan) yang berfokus menjaga ajaran Ahlussunnah wal Jamaah serta memperjuangkan kepentingan umat, bukan kepentingan politik.

Konteks “Khitthah 1926” inilah yang kemudian diteguhkan kembali dalam Muktamar NU di Situbondo tahun 1984, ketika NU secara resmi menyatakan kembali ke khitthah sebagai organisasi keagamaan, setelah sebelumnya terlibat dalam politik praktis melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

“Sejarah sudah mengajarkan, bahwa setiap kali NU terlalu jauh terseret kepentingan politik praktis, marwahnya akan tergerus. Khitthah 1984 adalah pesan agar NU tetap independen dan fokus pada dakwah serta kemaslahatan umat,” jelas Lukman.


Wibawa Organisasi Dipertaruhkan

Lukman menyayangkan adanya berbagai isu yang menyeret nama NU pada kepentingan pragmatis belakangan ini. Menurutnya, hal tersebut hanya akan merusak wibawa organisasi sekaligus mengikis kepercayaan publik.

“Marwah NU itu terletak pada keteladanan pengurusnya. Ketika pengurus tidak mampu menjaga akhlak organisasi, maka kepercayaan publik akan luntur. Inilah saatnya kita luruskan kembali arah perjuangan NU Kraksaan,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa NU bukan milik kelompok tertentu ataupun kendaraan kekuasaan. “NU adalah milik umat. Sudah saatnya kita kembalikan ruh perjuangannya agar benar-benar menjadi rahmat bagi semua,” tandasnya.


Harapan untuk PCNU Kraksaan

Lukman berharap PCNU Kraksaan mampu menjadi pionir dalam proses regenerasi yang sehat, inklusif, dan produktif. Ia juga mengajak seluruh elemen NU, baik struktural maupun kultural, untuk meluruskan niat, memperkuat barisan, serta menjadikan NU kembali sebagai rumah besar umat yang amanah.

Momentum Konfercab mendatang disebut akan menjadi titik penentu arah masa depan NU Kraksaan. Apakah mampu menjaga khitthah perjuangan, atau justru kembali terseret pada kepentingan yang menyimpang dari ruh jam’iyyah.

“Konfercab ini jangan hanya dipandang sebagai rutinitas, tapi sebagai panggilan sejarah. NU Kraksaan harus tampil memimpin regenerasi yang bermartabat, agar tetap kokoh menjaga agama dan bangsa,” pungkas Lukman.

(Edi D/Bambang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *