Opini  

Tambang Galian C Ilegal di Kasiman Diduga Dibiarkan, Warga Pertanyakan Integritas Penegak Hukum Bojonegoro

Tambang Galian C Ilegal di Kasiman Diduga Dibiarkan, Warga Pertanyakan Integritas Penegak Hukum Bojonegoro

Bojonegoro, Jawa Timur – Aktivitas tambang galian C ilegal di wilayah Desa Kasiman, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro, kembali menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan warga dan pemerhati lingkungan. Kegiatan penambangan yang disebut-sebut dikelola oleh Mintoro, warga asal Lamongan, diduga berlangsung tanpa izin resmi dan tanpa pengawasan dari aparat penegak hukum setempat.

Pantauan lapangan menunjukkan lalu lintas truk pengangkut material hasil tambang keluar masuk lokasi setiap hari. Namun, hingga berita ini diturunkan, tidak terlihat adanya tanda-tanda penindakan dari Polres Bojonegoro maupun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kabupaten setempat.

“Kami heran, sudah jelas ini tambang ilegal, tapi kok tidak ada tindakan. Apakah hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil?” ujar seorang warga Kasiman yang meminta identitasnya disembunyikan, Kamis (23/10/2025).

Diduga Tanpa Izin Usaha Pertambangan

Berdasarkan informasi yang dihimpun, tambang tersebut diduga kuat tidak mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun dokumen lingkungan seperti UKL-UPL atau AMDAL. Artinya, kegiatan eksploitasi material di sana masuk kategori penambangan tanpa izin (PETI).

Jika benar demikian, aktivitas tersebut melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang berbunyi:

“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan, izin pertambangan rakyat, atau izin usaha pertambangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”

Selain itu, jika aktivitas penambangan merusak lingkungan, pelaku juga dapat dijerat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 98 ayat (1), yang menyebut:

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dipidana dengan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.”

Indikasi Pembiaran oleh Aparat

Yang menimbulkan tanda tanya besar, aktivitas ilegal ini seolah tak tersentuh hukum. Warga menduga adanya pembiaran sistematis atau kongkalikong antara pengusaha tambang dan oknum aparat.

“Sudah banyak laporan warga ke polisi, tapi nihil tindakan. Apakah karena yang punya tambang orang berduit?” kata Suyatno, tokoh masyarakat setempat.

Jika benar ada unsur pembiaran, aparat bisa dijerat Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang:

“Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”

Menurut R. I Wiratmoko, Ketum Lembaga Investigasi Negara (LIN), pembiaran semacam ini mencederai prinsip equality before the law.

“Ketika hukum tumpul ke atas tapi tajam ke bawah, maka kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum runtuh. Polres harus segera bertindak,” tegasnya.

Kerusakan Alam dan Ancaman Sosial

Selain aspek hukum, dampak ekologis tambang ilegal di Kasiman mulai dirasakan masyarakat. Jalan desa rusak berat akibat dilewati truk muatan berat, air sumur warga mengering, dan debu beterbangan hampir setiap hari.

Anak-anak yang bersekolah di sekitar area tambang juga terpapar polusi udara. Warga mengaku khawatir jika dibiarkan, kondisi ini bisa menyebabkan gangguan kesehatan dan bencana longsor di musim hujan.

R. I Wiratmoko, menegaskan bahwa pembiaran tambang ilegal sama saja dengan kejahatan lingkungan.

“Tambang tanpa izin itu bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi tindak pidana lingkungan. Aparat yang tidak menindak sama bersalahnya,” ujarnya.

Tuntutan Publik: Tutup dan Proses Hukum

Masyarakat Desa Kasiman kini mendesak Polda Jawa Timur turun langsung menertibkan lokasi tambang, menyita alat berat, dan memeriksa semua pihak yang terlibat, termasuk pemilik tambang serta oknum aparat yang diduga melakukan pembiaran.

“Kami tidak anti pembangunan. Tapi kalau alam kami dirusak tanpa izin dan aparat diam saja, itu pengkhianatan terhadap rakyat,” tegas warga setempat.


Catatan Redaksi:
Tim media masih berupaya mengonfirmasi pihak Polres Bojonegoro, Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur, dan pihak yang disebut-sebut sebagai pemilik tambang, Mintoro, untuk mendapatkan klarifikasi lebih lanjut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *