Sorong, Papua Barat Daya – Balai Wilayah Sungai (BWS) Papua Barat akhirnya melayangkan surat pengaduan resmi kepada Dewan Pers atas sejumlah pemberitaan yang dinilai tidak berimbang dan menyimpang dari kaidah jurnalistik. Ketiga media online yang diadukan yakni Investigasi.News, Metronusanews.Id dan Metrorakyat.com, dinilai menciptakan opini menyesatkan yang merugikan institusi pemerintah.
Langkah pengaduan ini dilakukan setelah pemberitaan kedua media tersebut dinilai menampilkan informasi sepihak, tanpa konfirmasi atau hak jawab kepada BWS Papua Barat sebagai lembaga teknis yang memiliki otoritas penuh atas kegiatan di lokasi yang diberitakan.
Kepala BWS Papua Barat, Wempi Nauw, ST, MT, menegaskan bahwa narasi yang dibangun oleh dua media itu mengandung unsur fitnah, menyudutkan, dan berpotensi membentuk opini publik yang salah.
“Tidak ada proyek baru di lokasi itu. Yang ada adalah pekerjaan pemeliharaan berkala terhadap infrastruktur talud yang telah dibangun sejak 2015 dan sempat rusak karena bencana banjir,” ujar Wempi dalam pernyataan resminya, Minggu (5/10/2025).
Wempi menjelaskan, kerusakan talud terjadi akibat bencana banjir besar yang melanda Kabupaten Sorong pada 14, 21, dan 25 Agustus 2025, dan bukan karena kelalaian pelaksanaan pekerjaan. Ia menyebut, usia pekerjaan beton di lokasi tersebut bahkan belum mencapai 28 hari saat bencana terjadi.
“Struktur tersebut berada di tikungan sungai. Jadi saat debit air naik dan arus menjadi deras, tekanannya sangat tinggi. Padahal beton masih baru, jadi wajar jika mengalami retak—tetapi tidak ambruk,” jelasnya.
Pemberitaan yang dinilai tidak objektif itu memuat judul yang provokatif seperti:
“Proyek BWS Papua Barat di Kali Mariyai SP2 Diduga Gagal: Talut Baru Dibangun Sudah Retak dan Ambruk” (Investigasi.News)
“Baru Dikerjakan Beberapa Bulan Sudah Rusak, Kejaksaan Diminta Periksa Proyek BWS PB di Mariyai” (Metrorakyat.com)
Namun menurut Wempi, judul dan isi berita tersebut menyesatkan, karena menyebut adanya proyek padahal faktanya hanya pemeliharaan berkala, serta menggunakan nara sumber anonim dan narasi tidak sesuai fakta lapangan.
“Kami awalnya hendak menggunakan hak jawab. Namun setelah ditelaah lebih dalam, pemberitaan tersebut sudah keluar dari kaidah jurnalistik: tidak berimbang, mengandung fitnah, dan menggunakan sumber tidak kredibel,” tegasnya.
Selain ke Dewan Pers, BWS Papua Barat bersama tim hukumnya juga berencana melaporkan kasus ini ke Polda Papua Barat Daya, karena hal serupa sudah beberapa kali terjadi, dan dinilai telah merusak kredibilitas institusi pemerintah.
Langkah hukum ini diambil untuk mendorong terciptanya iklim jurnalisme yang sehat dan profesional di Papua Barat Daya, serta mendidik para pelaku pers agar senantiasa mematuhi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik.
“Kami tidak anti kritik. Tapi kritik harus dibangun di atas fakta dan prinsip keberimbangan. Jurnalisme itu bukan alat penghakiman, tapi pilar demokrasi yang wajib berdiri di atas kebenaran dan integritas,” tutup Wempi Nauw.
(TK)