Probolinggo, Jatim, Selasa (12/11/24) — Baru-baru ini, masyarakat Kecamatan Wonomerto dihebohkan dengan isu yang melibatkan Program Indonesia Pintar (PIP), yang disinyalir dipolitisasi oleh pihak-pihak tertentu menjelang Pemilu. Isu ini mencuat setelah sejumlah wali murid di sekolah dasar (SD) setempat mengungkapkan adanya persyaratan yang cukup kontroversial untuk mendapatkan bantuan dana pendidikan melalui program tersebut.
Menurut salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya, dalam sebuah rapat yang digelar di sekolah, para orang tua diminta untuk membawa Kartu Keluarga (KK) mereka dan mendaftarkan diri ke Bank BRI agar dapat menerima Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun, ada syarat tak tertulis yang cukup mencurigakan: untuk mendapatkan dana PIP sebesar Rp450.000, mereka harus mendukung calon tertentu, yakni Zulmi-Rasit, dalam pemilihan yang akan datang.
Syarat ini dengan cepat menyebar di kalangan warga, menimbulkan kecurigaan tentang kemungkinan adanya penyalahgunaan program pemerintah yang seharusnya bersifat netral. Banyak wali murid yang merasa khawatir dan bertanya-tanya, mengapa program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pendidikan justru digunakan untuk menarik dukungan politik.
Fenomena ini mengingatkan banyak pihak pada praktik serupa yang terjadi pada Pemilu sebelumnya, di mana KIP hanya cair pada masa kampanye calon tertentu. Hal ini mengundang kritik keras dari masyarakat, yang merasa bahwa bantuan pemerintah sering kali disalahgunakan untuk kepentingan politik. Warga pun merasa prihatin jika hal ini kembali terjadi di sektor pendidikan dasar, yang seharusnya jauh dari politik.
Para orang tua berharap agar kejadian serupa tidak terulang, karena jika hal ini dibiarkan, akan berisiko merusak integritas Program Indonesia Pintar serta membahayakan masa depan anak-anak yang membutuhkan bantuan tersebut. Mereka berharap pemerintah segera melakukan investigasi dan memastikan bahwa program-program bantuan pendidikan dapat dilaksanakan secara transparan dan adil, tanpa adanya intervensi politik yang merugikan masyarakat.
Tindakan seperti ini tentu dapat mencoreng citra program pemerintah dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap upaya-upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. (Tim/Red/**)