Himbauan Motor Matic Masuk Bromo, Camat dan Dishub Angkat Bicara, Kades Ngadisari Berharap Ke Pemkab

Himbauan Motor Matic Masuk Bromo, Camat dan Dishub Angkat Bicara, Kades Ngadisari Berharap Ke Pemkab

Sukapura, Probolinggo – Menjelang perhelatan ritual Yadnya Kasada yang berlangsung pada tanggal 11-12 Juni 2025, pengamanan dan pengawasan di kawasan Gunung Bromo masih menjadi perhatian utama. Namun, dari hasil konfirmasi media ini dengan Camat Sukapura, petugas dari dinas terkait belum ditempatkan secara lengkap di pos-pos penyekatan Bromo saat ini. Camat Sukapura menyampaikan bahwa saat ini hanya himbauan yang dipasang di beberapa titik sebagai upaya pencegahan, sedangkan petugas yang ada hanya bertugas memantau dan memberikan informasi kepada pengunjung.

“Kalau sekarang memang hanya petugas seperti biasanya yang ada, nanti tanggal 11-12 Juni baru petugas dari dinas terkait akan hadir lengkap di setiap pos untuk mengawal pelaksanaan Yadnya Kasada,” ujar Camat Sukapura melalui pesan WhatsApp.

Dinas Perhubungan Kabupaten Probolinggo juga menyampaikan hal serupa saat dikonfirmasi media ini. Mereka menjelaskan bahwa pemasangan papan himbauan tersebut merupakan inisiatif Jasa Raharja sebagai respons terhadap beberapa kecelakaan lalu lintas yang menimpa pengendara motor matic beberapa hari lalu. Namun, Dinas Perhubungan menegaskan tidak memiliki dasar hukum untuk melarang motor matic naik ke kawasan Bromo.

“Kami hanya menjalankan tugas dengan memasang sepuluh papan himbauan yang berasal dari Jasa Raharja. Larangan naik motor matic ke Bromo bukan kewenangan kami karena tidak ada aturan resmi,” ungkap perwakilan Dinas Perhubungan.

Sementara itu, komitmen luar biasa ditunjukkan oleh Kepala Desa Ngadisari, Sunaryono, beserta masyarakat Tengger dalam menjaga keselamatan pengunjung. Dengan tingginya risiko kecelakaan akibat rem blong motor matic, masyarakat desa secara swadaya mengambil peran aktif sebagai garda terdepan keselamatan di jalur wisata Bromo.

“Kami sebagai tuan rumah merasa bertanggung jawab melindungi tamu yang datang. Sudah sering terjadi kecelakaan karena motor matic di jalur curam Bromo, sehingga kami berinisiatif melakukan himbauan dan edukasi secara masif,” jelas Sunaryono pada Minggu (8/6/2025).

Desa Ngadisari bersama pemuda, karang taruna, pramuka, dan pelopor keselamatan desa membentuk gerakan kolaboratif yang secara aktif memberi edukasi kepada wisatawan. Di pos penyekatan, pengunjung dari arah Probolinggo diberhentikan, diberikan informasi tentang risiko menggunakan motor matic, dan pengendara yang bersikeras diminta menandatangani surat pernyataan bertanggung jawab atas risiko tersebut.

Sunaryono menambahkan, tanpa adanya aturan tegas dan dukungan dari dinas terkait, upaya mereka masih menghadapi kendala. “Sering kali pengendara yang pernah lolos sebelumnya kembali mencoba naik motor matic, sehingga kami kewalahan,” katanya.

Sebagai alternatif transportasi, warga menyediakan mobil Jeep dan sepeda kayuh dengan tarif yang disepakati bersama agar tetap terjangkau bagi wisatawan. Tarif Jeep ke Seruni Point berkisar Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu, sementara ke kawasan kawah Bromo antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu.

Meski begitu, jalur masuk dari Pasuruan dan Malang yang mengarah keluar ke Probolinggo masih sering dilewati pengendara motor matic tanpa pengawasan ketat. Masyarakat tetap berinisiatif melakukan teguran secara persuasif kepada pengendara tersebut.

Sunaryono juga mengingatkan pentingnya dukungan kebijakan resmi dari Pemerintah Kabupaten Probolinggo agar pelarangan motor matic di Bromo dapat terlaksana secara menyeluruh dan efektif.

“Kami di tingkat desa sudah melakukan upaya maksimal, tapi kami butuh kebijakan dan dukungan dari pemerintah agar keselamatan wisatawan benar-benar terjamin,” ujarnya.

Menjelang ritual Yadnya Kasada, kawasan Bromo mulai dipadati pengunjung yang melakukan ritual keagamaan. Oleh karena itu, edukasi keselamatan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kesan tebang pilih.

“Kami buat surat pernyataan agar jelas bahwa kami sudah memberikan peringatan demi keselamatan bersama,” pungkas Sunaryono.

Langkah konkrit yang dilakukan masyarakat Desa Ngadisari patut diapresiasi sebagai contoh pengelolaan wisata berbasis masyarakat yang bertanggung jawab. Di tengah keterbatasan regulasi dan petugas, mereka tetap berupaya menjaga keselamatan dan citra positif Gunung Bromo sebagai destinasi wisata nasional unggulan. (Tim Media/**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *