Sidoarjo – Zulmi Noor Hasani dan Dini Rahmania, dua anak dari terdakwa kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Hasan Aminuddin, dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya pada Kamis, 7 November 2024. Kedua saksi ini diperiksa terkait dengan dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap orang tua mereka, Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin, dalam perkara dugaan korupsi gratifikasi dan TPPU yang melibatkan transaksi pembelian tanah dan bangunan dengan nilai yang diduga jauh melebihi harga pasar.
Hasan Aminuddin, yang sebelumnya menjabat sebagai Bupati Probolinggo dan kini menjadi anggota DPR RI, bersama istrinya, Puput Tantriana Sari, dihadapkan dengan dakwaan melakukan tindak pidana pencucian uang sejak tahun 2013 hingga Agustus 2021. Dalam dakwaan tersebut, disebutkan bahwa mereka membelanjakan dana hasil tindak pidana korupsi untuk membeli berbagai aset, termasuk tanah dan bangunan, dengan total transaksi mencapai lebih dari Rp150 miliar.
Beberapa pembelian tanah yang tercantum dalam dakwaan KPK termasuk pembelian tanah seluas 3.316 m2 di Kraksaan pada Agustus 2014, yang dibeli dengan harga Rp275 juta, padahal harga pasarannya diperkirakan mencapai Rp400 juta. Pembelian serupa terjadi pada Maret 2016, ketika pasangan ini membeli tanah di Asembakor dengan harga yang tercatat hanya Rp250 juta, namun harga pasarnya diperkirakan mencapai Rp1,8 miliar. Transaksi-transaksi tersebut dilakukan dengan menggunakan nama anak-anak mereka, Zulmi Noor Hasani dan Dini Rahmania, yang menjadi fokus pemeriksaan sebagai saksi dalam persidangan ini.
Dini Rahmania, yang juga menjadi saksi dalam perkara ini, diketahui memiliki beberapa bidang tanah yang tercatat dengan harga yang jauh lebih rendah dari nilai sebenarnya. Salah satu contohnya adalah pembelian tanah pada 2013 yang tercatat seharga Rp15 juta, namun menurut bukti-bukti yang terungkap di persidangan, harga sebenarnya mencapai Rp140 juta. Pembelian tanah lainnya, termasuk yang terletak di Surabaya dan Probolinggo, juga diungkap memiliki selisih harga yang signifikan antara yang tercatat dalam akta jual beli dan harga pasarannya.
Jaksa Penuntut Umum KPK dalam surat dakwaannya menjelaskan bahwa kedua terdakwa membeli berbagai aset tersebut dengan tujuan untuk menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul harta kekayaan yang diduga merupakan hasil korupsi. Selain membeli tanah dan bangunan, uang yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi ini juga digunakan untuk membeli kendaraan, obligasi negara, dan polis asuransi, dengan total transaksi mencapai lebih dari Rp106 miliar.
Seluruh transaksi dan aset yang dibeli oleh para terdakwa kini tengah dalam pemeriksaan oleh KPK sebagai bagian dari upaya untuk membongkar jaringan korupsi yang melibatkan pejabat negara dan anggota keluarga mereka. Selain itu, KPK juga sedang menginvestigasi sumber dana yang digunakan dalam transaksi-transaksi mencurigakan ini, yang diyakini berasal dari hasil gratifikasi dan suap yang diterima oleh Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin selama mereka menjabat sebagai bupati dan anggota DPR RI.
Persidangan ini menambah panjang daftar kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara di Indonesia. Ke depannya, masyarakat berharap bahwa kasus ini akan memberi efek jera dan memperkuat upaya pemberantasan korupsi di tingkat pemerintahan. (Red)