Trenggalek — Kabupaten yang dikenal tenang dan religius ini kini tercoreng oleh praktik perjudian yang berjalan terang-terangan di Dusun Karanggayam, Desa Karangsoko. Arena sabung ayam dan dadu yang seharusnya menjadi prioritas pemberantasan aparat, justru berdiri gagah seolah memiliki kekebalan hukum. Pemandangan mencolok ini menampar keras wajah aparat penegak hukum yang tampak gagal, bahkan diduga ikut menikmati keuntungan dalam praktik ilegal tersebut.
Sejak siang hingga larut malam, lokasi judi itu dipadati oleh ratusan kendaraan. Tidak ada rasa takut, tidak ada upaya sembunyi-sembunyi — semuanya dilakukan secara bebas dan blak-blakan, seakan-akan bukan sebuah tindak pidana yang jelas dilarang oleh undang-undang.
Warga sekitar menyebut lokasi itu pernah ditutup, namun hanya sebatas formalitas belaka. “Tutup sehari, besok buka lagi. Lebih ramai malah. Jadi untuk apa penutupan itu?” ujar seorang warga yang tak berani menyebut jati dirinya. Pernyataan ini menguatkan dugaan bahwa penutupan yang dilakukan bukanlah bentuk penegakan hukum, tetapi lebih mirip sandiwara untuk meredam sorotan publik.
Penegakan Hukum Tidak Hanya Lemah — Namun Nyaris Mati
Keterbukaan praktik ini membuat masyarakat bertanya-tanya: di mana aparat kepolisian? Mengapa lokasi judi seberani ini bisa beroperasi tanpa sedikit pun rasa khawatir?
Banyak warga menyuarakan dugaan keras bahwa praktik perjudian di Karangsoko mendapatkan perlindungan dari oknum aparat atau pejabat tertentu. Tanpa ‘payung kuat’, mustahil sebuah arena perjudian dapat bertahan selama ini dan bahkan berkembang.
Padahal, Pasal 303 KUHP menegaskan bahwa:
- Setiap orang yang menyediakan, memberi kesempatan, atau turut serta dalam perjudian diancam pidana penjara hingga 10 tahun.
- Pelaku yang hanya ikut serta sebagai pemain pun dapat dijerat Pasal 303 bis KUHP dengan ancaman empat tahun penjara.
- Segala bentuk perjudian termasuk sabung ayam dan dadu masuk dalam kategori tindak pidana berat yang wajib ditindak tegas.
Namun, fenomena di Trenggalek menunjukkan realitas pahit: hukum hanya tegas kepada rakyat kecil, tetapi tumpul ketika berhadapan dengan kepentingan oknum tertentu.
Dampak Sosial yang Dibiarkan Membusuk
Arena perjudian tersebut bukan sekadar tempat hiburan gelap. Ia membawa dampak serius bagi masyarakat:
- Moral warga tergerus, terutama generasi muda yang melihat bahwa melanggar hukum dapat dilakukan tanpa risiko.
- Pusat judi memicu peredaran uang haram, yang seringkali berujung pada pencurian, perkelahian, hingga praktik premanisme.
- Keramaian berlebih mengganggu kenyamanan warga, membuat lingkungan menjadi tidak aman.
- Potensi transaksi narkoba dan perjudian online ikut meningkat karena lokasi ini menjadi titik kumpul berbagai jaringan dari luar daerah.
Warga mengaku resah dan kecewa. Mereka merasa ditinggalkan oleh aparat yang seharusnya mengayomi.
Pemerintah Daerah & Aparat Harus Bertanggung Jawab: Diam = Ikut Terlibat
Ketiadaan tindakan tegas dari kepolisian membuat publik mulai berpikir bahwa diamnya aparat adalah bentuk pembiaran — bahkan keterlibatan. Reputasi institusi keamanan kini berada di titik kritis.
Jika praktik seperti ini terus dibiarkan, Trenggalek bukan hanya kehilangan martabat sebagai daerah aman, tetapi juga akan menjadi contoh buruk bagi wilayah lain bahwa kejahatan dapat berjalan bebas selama ada beking yang cukup kuat.
Hukum Tidak Untuk Diperjualbelikan — Publik Menuntut Aksi Nyata
Masyarakat menunggu lebih dari sekadar penutupan sepintas. Mereka menuntut:
- Penindakan nyata terhadap pengelola, bandar, dan oknum yang membekingi.
- Penyitaan seluruh barang bukti, sesuai ketentuan Pasal 303 KUHP.
- Transparansi penegakan hukum, bukan lagi operasi pura-pura.
Trenggalek layak mendapatkan lingkungan yang bersih dan aman. Dan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu — atau selamanya kehilangan wibawa.
