Mojokerto — Ketua Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Jawa Timur, Muhammad Ivan Akiedozawa, menyampaikan keprihatinan serius terhadap proses penanganan hukum kasus kematian tragis M. Alfan, pelajar SMK Raden Rahmat Mojosari.
Hingga kini, kematian Alfan menyisakan banyak tanda tanya di masyarakat. Ketua terpilih yang akrab disapa Edo itu menilai bahwa proses hukum yang dilakukan Polres Mojokerto belum mencerminkan prinsip transparansi dan keadilan yang seharusnya menjadi pedoman utama dalam penyidikan.
“Kami melihat ada kekaburan sejak awal kasus ini muncul. Misalnya saja, laporan orang hilang dari keluarga korban yang seharusnya bisa dikembangkan menjadi dugaan penculikan malah tidak ditindaklanjuti secara memadai,” ungkap Edo, Jumat (8/8/2025).
Ia menyebutkan bahwa dalam peristiwa ini, terdapat banyak kejanggalan mulai dari penjemputan korban dari sekolah, dibawa ke rumah tersangka, hingga akhirnya ditemukan meninggal di Sungai Brantas. Edo menilai, seluruh rangkaian kejadian tersebut perlu dibuka secara utuh kepada publik dan harus berbasis fakta ilmiah serta yuridis.
Sebagai organisasi mahasiswa, Edo menegaskan bahwa sikap kritis PMII bukan untuk mencari sensasi, melainkan demi menjaga integritas hukum dan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
“Kami percaya bahwa kepolisian adalah garda terdepan dalam penegakan hukum. Maka dari itu, kami menuntut agar proses penyidikan ini dilakukan secara terbuka dan akuntabel,” imbuhnya.
Edo juga mengkritisi minimnya komunikasi resmi antara pihak kepolisian dan keluarga korban, seperti keterlambatan pemberian SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) serta tidak adanya balasan atas surat pengaduan masyarakat.
“Kami meminta Kapolda Jawa Timur turun tangan langsung mengevaluasi proses penyidikan ini. Kami ingin tahu apakah pasal yang diterapkan sudah tepat atau hanya upaya minimal untuk menenangkan publik,” tegasnya.
Dalam pernyataannya, Edo juga mengumumkan empat poin rekomendasi resmi dari PKC PMII Jawa Timur sebagai berikut:
- Evaluasi pasal yang digunakan dalam proses hukum saat ini, dengan memperhatikan seluruh rangkaian fakta kejadian.
- Membuka kronologi peristiwa secara utuh kepada publik agar tidak menimbulkan spekulasi liar.
- Melibatkan pengawasan eksternal dari Propam dan Wasidik Mabes Polri untuk menjamin independensi penyidikan.
- Melakukan ekshumasi dan otopsi ulang jika memang dibutuhkan demi menemukan fakta ilmiah yang valid.
Edo menegaskan bahwa PMII Jatim tidak dalam posisi melawan aparat penegak hukum, melainkan berperan sebagai mitra kritis yang mendorong penegakan hukum yang benar dan adil.
“Keadilan untuk Alfan adalah cerminan keadilan untuk masyarakat luas. Kami tidak ingin kasus ini tenggelam begitu saja tanpa kebenaran yang terang,” pungkas Edo dengan nada tegas. (Tim/Red/**)