Asal Jadi! Proyek TPT di Karang Tawar, Lamongan Diduga Sarat Penyimpangan: Pasir Jelek, Tanpa K3, dan Tak Transparan

Asal Jadi! Proyek TPT di Karang Tawar, Lamongan Diduga Sarat Penyimpangan: Pasir Jelek, Tanpa K3, dan Tak Transparan

Lamongan – Proyek pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di Desa Karang Tawar, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, menjadi sorotan tajam publik. Berdasarkan temuan lapangan, proyek yang bersumber dari anggaran Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) itu diduga kuat dikerjakan dengan kualitas rendah dan mengabaikan aturan hukum serta keselamatan kerja.

Pasir Bengawan Jenis “Puk”, Paling Jelek untuk Cor Beton

Di lokasi proyek, ditemukan penggunaan pasir Bengawan jenis puk, yang dikenal sebagai pasir kualitas rendah karena mengandung lumpur tinggi dan tidak memenuhi standar konstruksi.
Jenis pasir ini tidak direkomendasikan untuk pengecoran beton, karena daya rekatnya lemah dan berpotensi menyebabkan keretakan dini pada bangunan.

Menurut SNI 03-2834-2000 tentang Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, pasir harus memenuhi standar kebersihan, kekasaran, dan kadar lumpur di bawah 5%. Penggunaan pasir puk jelas melanggar aturan teknis tersebut.

Seorang warga menuturkan,

“Pasirnya itu bukan pasir bagus, tapi pasir puk. Kalau buat bangunan begini, cepat rusak. Ini proyek asal-asalan,” ujarnya dengan nada kecewa.

Tanpa Papan Informasi, Publik Dibutakan

Lebih parah lagi, proyek ini tidak memasang papan informasi kegiatan, yang seharusnya memuat nama proyek, nilai anggaran, sumber dana, waktu pelaksanaan, dan pelaksana pekerjaan.
Padahal, kewajiban itu diatur tegas dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Ketiadaan papan proyek ini bisa diartikan sebagai indikasi pelanggaran asas transparansi publik dan membuka peluang terjadinya penyimpangan anggaran.
Hal ini juga bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“Kita nggak tahu berapa anggarannya, siapa kontraktornya, dan kapan selesai. Semua ditutup-tutupi,” ujar warga lain yang geram.

Pekerja Tanpa Alat K3, Keselamatan Dianggap Sepele

Lebih memprihatinkan lagi, para pekerja terlihat tidak menggunakan perlengkapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), seperti helm, sarung tangan, atau sepatu pelindung.
Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari pihak pelaksana.

Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, setiap pemberi kerja wajib menjamin keselamatan tenaga kerja di tempat kerja. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut bisa dikenakan pidana kurungan hingga 3 bulan atau denda.

Selain itu, menurut Peraturan Menteri PUPR Nomor 05/PRT/M/2014, setiap proyek konstruksi wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sejak tahap perencanaan.

Besi Cor Hanya 8A, Tak Sesuai Standar

Hasil penelusuran juga menunjukkan bahwa besi cor yang digunakan hanya berukuran 8A, sedangkan untuk pekerjaan struktur TPT, minimal harus menggunakan besi berdiameter 10A sesuai ketentuan SNI 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural.

Penggunaan material di bawah standar jelas menurunkan kekuatan struktur. Jika bangunan roboh dan menimbulkan kerugian atau korban, pelaksana proyek dapat dijerat Pasal 204 KUHP karena telah membangun struktur yang membahayakan keselamatan umum.

Indikasi Pelanggaran Hukum dan Potensi Korupsi

Berdasarkan indikasi di atas, proyek ini dapat mengarah pada dugaan penyalahgunaan wewenang dan korupsi anggaran negara.
Hal ini sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, yang menegaskan bahwa:

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan… yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.”

Selain itu, jika terjadi pembiaran oleh pihak pengawas, maka dapat pula diterapkan Pasal 55 KUHP (turut serta dalam tindak pidana) dan Pasal 56 KUHP (pembiaran terhadap perbuatan melawan hukum).

Warga Minta Penegak Hukum dan BBWS Turun Tangan

Masyarakat Karang Tawar mendesak agar BBWS segera melakukan audit teknis serta aparat penegak hukum turun tangan memeriksa pelaksanaan proyek ini.

“Kalau ini dibiarkan, nanti TPT-nya cepat rusak, dan uang rakyat lenyap begitu saja. Harus ada tindakan tegas,” ujar salah satu tokoh masyarakat.

Penutup: Proyek Publik Bukan Ladang Untung

Proyek pemerintah seharusnya menjadi sarana peningkatan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat. Namun, praktik seperti ini justru mencoreng kepercayaan publik dan menimbulkan dugaan kuat adanya permainan di balik meja.

Jika aparat hukum serius, maka temuan di Karang Tawar ini seharusnya menjadi pintu masuk penyelidikan dugaan pelanggaran pidana dan korupsi anggaran proyek TPT.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *